Kompleksitas dunia usaha yang semakin tinggi menuntut Perseroan untuk dapat terus mempertahankan kualitas penerapan Tata Kelola Perusahaan yang Baik (Good Corporate Governance – GCG). Di samping berfungsi sebagai perangkat yang memungkinkan seluruh organ yang ada untuk dapat berkinerja sesuai dengan arah pengembangan bisnis Perseroan, pelaksanaan GCG telah menciptakan nilai dan budaya yang tidak saja terbukti bermanfaat bagi Perseroan, tetapi juga bagi seluruh pemangku kepentingan.
Kompleksitas dunia usaha yang semakin tinggi menuntut Perseroan untuk dapat terus mempertahankan kualitas penerapan Tata Kelola Perusahaan yang baik (GCG). Di samping berfungsi sebagai perangkat yang memungkinkan seluruh organ yang ada untuk dapat berkinerja sesuai dengan arah pengembangan bisnis Perseroan, pelaksanaan GCG telah menciptakan nilai dan budaya yang tidak saja terbukti bermanfaat bagi Perseroan, tetapi juga bagi seluruh pemangku kepentingan (stakeholders). Sebagai upaya untuk menyelaraskan beragam kepentingan tersebut dengan tujuan Perseroan, Perseroan senantiasa memegang teguh lima Prinsip Tata Kelola dalam kegiatan usahanya sehari-hari. Kelima prinsip prinsip tersebut adalah:
PT Lippo Cikarang Tbk
Hak Pemegang Saham dan Hak Karyawan
Hak Pemegang Saham
Hak Karyawan
Untuk menciptakan ketenangan serta kenyamanan dalam bekerja dan berusaha Perseroan telah menyusun Peraturan Perusahaan (“PP”). Hak, kewajiban, dan tanggung jawab Perusahaan dan Karyawan disusun dengan jelas di dalam PP dimana kedua pihak saling menghargai, saling menghormati, saling mempercayai, dan saling bekerja sama. PP juga memberi kebijakan mengenai kesehatan, keamanan, kesejahteraan Karyawan dan juga pelatihan dan pengembangan bagi Karyawan.
PP tersebut secara periodik ditelaah oleh Perusahaan.
Karyawan memiliki hak sebagai berikut:
PT Lippo Cikarang Tbk
Periode Blackout
Larangan Untuk Perdagangan Saham Perseroan
Untuk Direksi, Senior Eksekutif, dan Karyawan
“Direksi, Senior Eksekutif LPCK, dan karyawan yang terkait (termasuk pasangan dan anak) dilarang untuk memperdagangkan saham Perseroan dua minggu sebelum laporan keuangan berkala dan tahunan dikeluarkan, dan mereka juga dilarang untuk memperdagangkan saham Perseroan 24 jam setelah laporan keuangan dikeluarkan.
Selain itu, bagi Direksi, Senior eksekutif LPCK, dan karyawan yang terkait (termasuk pasangan dan anak) yang memiliki pengetahuan tentang informasi konfidensial yang dapat mempengaruhi harga saham Perseroan dilarang untuk memperdagangkan saham Perseroan selama 24 jam setelah saham diuangkapkan kepada publik.”
Whitsleblowing System
A. Ruang Lingkup, Maksud, dan Tujuan
Ruang lingkup:
Maksud
Tujuan
B. Kebijakan Perlindungan Pelapor
Kebijakan whitsleblowing ini merupakan bagian dari pelaksanaan perusahaan dalam kekonsistenan menjalankan kode etik perusahaan secara berkesinambungan, oleh karena itu Perusahaan berkomitmen setiap pelapor pelanggaran ataupun potensi pelanggaran yang diatur sebagai berikut:
1. Kebijakan Perlindungan Pelapor
Kebijakan Whitsleblowing ini memberikan perlindungan kepada pelapor dalam bentuk:
a. Perusahaan menyediakan fasilitas saluran pelaporan berupa: Surat tertulis ke Tim Whitsleblowing, Kotak Whitsleblower, Situs Whitsleblowing pada www.lippo-cikarang.com sub menu Whitsleblowing; Alamat Email whistleblower@lippo-cikarang.com; dan Tim Whitsleblowing mulai dari Komite, Penanggung jawab, dan Fasilitator. Semua saluran whitsleblowing ini akan menjamin setiap pelaporan oleh pelapor yang beritikat baik.
b. Jaminan kerahasian identitas pelapor yang memberikan identitas serta informasi yang dapat digunakan untuk menghubungi pelapor jika diperlukan untuk melakukan klarifikasi.
c. Perusahaan menjamin keamanan informasi dan perlindungan terhadap tindakan balasan dari terlapor atau perusahaan, yang berupa ancaman keselamatan fisik, teror psikologis, keselamatan harta, perlindungan hukum, keamanan pekerjaan, tekanan, penundaan kenaikan pangkat atau gaji, penurunan jabatan atau pangkat, pemecatan yang tidak adil, pelecehan atau diskriminasi dalam segala bentuk, dan catatan-catatan yang merugikan dalam file karyawan.
2. Apresiasi Pelapor
Perusahaan dapat memberikan apresiasi kepada setiap pelapor yang telah berjasa dalam upaya membantu pencegahan ataupun pembuktian pelanggaran yang mampu merugikan perusahaan dan meminimalkan risiko perusahaan secara significant.
3. Sanksi kepada Pelapor yang menyalahgunakan sistem pelaporan pada Saluran Whitsleblowing
Perusahaan bertujuan membentuk whitsleblowing system ini dapat berjalan secara profesional sehingga perusahaan akan memberikan sanksi kepada pelapor yang mengirimkan laporan yang berupa fitnah ataupun laporan palsu. Sanksi yang diberikan mengikuti ketentuan yang berlaku di perusahaan, dan Perusahaan tidak akan memberikan jaminan kerahasian maupun perlindungan kepada pelapor yang menyalahgunakan sistem whitsleblowing system tersebut termasuk tuntutan pidana maupun perdata seperti yang terkait dengan perbuatan tidak menyenangkan ataupun pencemaran nama baik.
4. Sanksi kepada Tim Whitsleblowing yang membocorkan pelaporan
Perusahaan sangat melindungi kerahasiaan laporan yang dilaporkan oleh pelapor, oleh karena itu setiap laporan yang dibocorkan oleh Tim Whitsleblowing maka perusahaan dengan tegas akan memberikan sanksi sesuai dengan peraturan yang berlaku.
C. Struktur Whitsleblowing System
Perusahaan membentuk whitsleblowing system ini dengan struktur:
1. Dewan Komisaris
Dewan Komisaris bertanggung jawab sebagai pengawas atas terlaksana dan efektivitas penerapan whitsleblowing di perusahaan dan anak perusahaan. Pemantauan pelaksanaan whitsleblowing system dapat diserahkan kepada Komite Dewan komisaris.
2. Tim Whitsleblowing:
a. Komite Whitsleblowing
Komite whitsleblowing ini diketuai oleh President Director dan Talent Admin (HRG) Director Corporate yang bertanggung jawab memastikan whitsleblowing system ini dapat terimplementasikan di seluruh perusahaan dan anak perusahaan. Ketua Komite Whitsleblowing dapat menunjuk anggota-anggota komite termasuk penetapan fungsi dan tugas setiap anggota serta masa keanggotaannya. Ketua Komite wajib memastikan seluruh pelaporan ditindaklanjuti hingga selesai.
b. Penanggung Jawab Whitsleblowing
Komite whitsleblowing akan menunjuk setiap tahunnya Direksi atau Senior Eksekutif secara bergantian yang bertanggung jawab terlaksana dan tersosialisasinya whitsleblowing tersebut pada unit bisnis di bawah koordinasinya.
c. Fasilitator
Setiap penanggung jawab unit binis yang ditunjuk bertanggung jawab menetapkan setiap Fasilitator pada divisi unit kerja di bawah koordinasinya. Para fasilitator ini bertanggung jawab budaya whitsleblowing dapat membudaya pada divisi di bawah koordinasinya.
d. Unit Investigasi
Setiap pelaporan yang masuk wajib dikoordinasikan oleh para fasilitator untuk disampaikan kepada penanggung jawab terkait yang selanjutnya penanggung jawab akan membawa setiap pelaporan tersebut pada meeting yang diselenggarakan oleh Komite Whistleblowing untuk ditentukan kelayakan pelaporan tersebut untuk ditindaklanjuti oleh unit investigasi. Unit investigasi ini terdiri atas Satuan Pengawasan Intern (SPI) atau internal auditor, dan dibantu oleh HR Audit khusus untuk kasus-kasus terkait Human Resources. Unit investigasi ini bertanggung jawab melakukan investigasi kasus yang telah ditetapkan komite untuk dicari fakta, data, serta proses-proses yang harus dilakukan oleh internal auditor.
D. Pelaporan Pelanggaran
Setiap karyawan seperti halnya yang diatur dalam kode etik perusahaan wajib melakukan dan memiliki kewajiban moral untuk melaporkan terjadinya pelanggaran ataupun potensi pelanggaran serta dilarang untuk berdiam diri bila melihat terjadinya pelanggaran ataupun potensi pelanggaran. Aspek-aspek yang perlu diperhatikan:
1. Prinsip Pelaporan
a. Setiap pelaporan harus ditempatkan sebagai praktek dari Good Corporate Gorvenance dan manajemen risiko.
b. Perusahaan wajib menerima pelaporan pelanggaran dan potensi pelanggaran dari pelapor.
c. Prinsip laporan harus mengandung itikat baik dan bukan suatu keluh kesah pribadi atas kebijakan ataupun praktek manajemen ataupun didasari niat buruk yang bersifat fitnah dan/atau laporan palsu yang dapat menjatuhkan rekan kerja ataupun mencemarkan nama baik / reputasi seseorang.
2. Pelapor
Pelapor dikelompokan 2 (dua), yaitu:
a. Kalangan Internal Perusahaan: Dewan komisaris, Direksi, Senior Ekskutif, dan seluruh karyawan.
b. Kalangan Eksternal Perusahaan, diantaranya: rekanan kerja, pemasok, pelanggan, konsultan, vendor, outsourcing, masyarakat dan para pemangku kepentingan lainnya.
3. Bentuk Pelaporan
a. Pelaporan pelanggaran atau potensi pelanggaran harus disampaikan secara tertulis dan wajib mencantumkan identitas karyawan (untuk kalangan eksternal disertai fotocopy KTP dan nomor telepon) serta menuangkan kronilogis kejadiannya dan bila memungkinkan memberikan bukti-bukti pendukung.
b. Pelaporan yang tanpa identitas (anomin) ataupun surat kaleng tidak akan ditindaklanjuti oleh Perusahaan.
4. Pelanggaran atau Potensi Pelanggaran yang dapat dilaporkan
a. Korupsi.
b. Fraud.
c. Money laundring.
d. Insider dealing.
e. Perbuatan yang melanggar hukum (termasuk pencurian, penggunaan kekerasan terhadap karyawan atau pimpinan, pemerasan, penggunaan narkoba, pelecehan, perbuatan kriminal lainnya).
f. Pelanggaran ketentuan perpajakan, atau peraturan perundang-undangan lainnya.
g. Pelanggaran Pedoman Perilaku Perusahaan atau Nilai-nilai Perusahaan atau pelanggaran norma-norma kesopanan pada umumnya.
h. Perbuatan yang membahayakan keselamatan dan kesehatan kerja, atau membahayakan keamanan perusahaan.
i. Perbuatan yang dapat menimbulkan kerugian financial dan/atau non-financial terhadap perusahaan ataupun kerugian kepentingan perusahaan.
j. Pelanggaran segala kebijakan perusahaan, antara lain namun tidak terbatas pada peraturan perusahaan, kode etik perusahaan, kebijakan perusahaan, Standar Operating Procedure (SOP) beserta petunjuk pelaksanaannya.
k. Lainnya yang mendukung terciptanya pelaksanaan Good Corporate Governance.
5. Waktu untuk melaporkan pelanggaran atau potensi pelanggaran
Pelapor harus memiliki kepedulian dalam waktu pelaporan, semakin cepat melapor akan semakin memudahkan tindak lanjut investigasi, semakin lama pelaporan tersebut
dikirimkan akan memungkinkan hilangnya bukti-bukti bila dilakukan investigasi. Pelapor diharapkan mengirimkan pelaporannya dalam kurun waktu paling lama 2
(dua) bulan setelah kejadian tersebut terjadi dan khusus untuk kasus-kasus fraud paling lama 1 (satu) bulan setelah kejadian tersebut terjadi.
E. Mekanisme Penyampaian Laporan Pelanggaran atau Potensi Pelanggaran
1. Infrastruktur Penyampaian Laporan
Perusahaan menyediakan berbagai infrastruktur saluran whitsleblowing yang dapat memudahkan pelapor segera menyampaikan laporan, yaitu:
a. Surat tertulis kepada Tim Whitsleblowing, dengan cara diantar langsung atau melalui pos.
b. Email address: whistleblower@lippo-cikarang.com
c. Website Perusahaan: www.lippo-cikarang.com pada menu whitsleblowing.
d. Kotak Whitsleblower
2. Kewenangan Penanganan Pelaporan Pelanggaran
a. Dalam hal pelanggaran dilakukan oleh anggota Direksi atau orang yang mempunyai hubungan khusus dengan anggota Direksi atau oleh tim whitsleblowing, maka pelaporan pelanggaran atau potensi pelanggaran disampaikan kepada Dewan Komisaris dan bila diperlukan dapat menggunakan investigator independent ataupun auditor independent.
b. Apabila pelanggaran tersebut dilakukan oleh anggota Dewan Komisaris atau Tim Whitsleblowing, maka laporan tersebut disampaikan kepada CEO Corporate, yang selanjutnya penangganan tindak lanjutnya dilakukan oleh Direksi serta bila diperlukan dapata menggunakan investigator independent ataupun auditor independent.
c. Dalam hal pelanggaran dilakukan oleh karyawan, maka laporan tersebut disampaikan ke Tim Wwhitsleblowing yang selanjutnya Komite Whitsleblowing akan memutuskan laporan tersebut untuk ditindaklanjuti atau tidaknya ataupun dilakukan investigasi oleh Satuan Pengawasan Intern (SPI) atau internal auditor ataupun oleh HR Audit khusus untuk kasus-kasus terkait Human Resources.
F. Investigasi
Seluruh laporan yang telah diputuskan oleh Komite Whitsleblowing untuk ditindaklanjuti
melalui investigasi, maka proses investigasi akan segera dilakukan dengan tujuan mengumpulkan bukti-bukti yang dapat memperkuat menarik kesimpulan dari setiap kasus yang telah dilakukan investigasi. Hasil investigasi tersebut memungkinkan pelanggaran atau potensi pelanggaran tersebut benar adanya dan/atau memungkinkan kasus tersebut dapat diperluas investigasi ke kasus-kasus lain, ataupun hasil investasi tersebut ternyata tidak terbukti atau diketemukan tidak cukup bukti untuk mendukung dilakukan tindak lanjut.
Menimbang obyektifitas dan keindenpendenan maka investigasi ini akan dilakukan oleh Satuan Pengawasan Intern (SPI) atau internal auditor ataupun oleh HR Audit khusus untuk kasus-kasus terkait Human Resources. Dalam kasus-kasus yang sensitif ataupun kasus-kasus tertentu misalnya yang harus diselidiki justru Satuan Pengawasan Intern (SPI) atau internal auditor ataupun HR Audit khusus, maka Komite Whitsleblowing dapat memutuskan investigasi dilakukan unit kerja lainnya ataupun investigator atau auditor independent dari pihak eksternal
Proses investigasi harus bebas dari bias dan dilakukan tidak tergantung dari siapa yang melaporkan ataupun siapa yang terlapor serta memiliki praduga tak bersalah terlebih dahulu. Terlapor harus diberi kesempatan penuh untuk memberikan penjelasan atas bukti- bukti yang ditemui, termasuk pembelaan bila diperlukan.
Hasil dari investigasi akan dikembalikan ke Komite Whitsleblowing untuk ditindaklanjuti. Apabila hasil investigasi tersebut positif diketemukan pelanggaran ataupun potensi pelanggaran maka yang melanggar akan diberikan sanksi yang berlaku diperusahaan bahkan memungkinkan untuk kasus-kasus perdata atau pidana dapat diteruskan melalui pelaporan kepada pihak berwajib yang akan dikoordinasikan dengan Divisi Legal perusahaan. Namun apabila hasil investigasi tersebut tidak diketemukan pelanggaran atau potensi pelanggaran maka perusahaan harus memulihkan nama baik dari terlapor sebatas cakupan informasi pencemaran tersebut tersebar.
Perseroan berkomitmen penuh dalam menjalankan usahanya dengan mematuhi peraturan perundang-undangan yang berlaku, termasuk namun tidak terbatas, pada peraturan yang terkait dengan praktik GCG yang antara lain mengatur pedoman tingkah laku, yaitu anti suap, anti fraud dan korupsi, anti gratifikasi, anti nepotisme, anti pencucian uang, anti teroris dan pencegahan pendanaan terhadap kegiatan yang terkait terorisme, anti hoaks, serta anti monopoli/oligopoli/trust/kartel.
Atas hal-hal tersebut, Perseroan menegaskan komitmen untuk menjalankan praktik tata kelola perusahaan yang baik dan bersih (good and clean governance). Perseroan juga telah menerapkan dan menjalankan ketentuan terkait standar tingkah laku (Kode Etik) yang harus dilaksanakan dan diterapkan oleh seluruh karyawan termasuk Direksi dan Komisaris tanpa terkecuali. Kode Etik Perseroan merupakan bagian erat dari penerapan tata kelola perusahaan yang baik yang terus menerus disosialisasikan dan setiap tahunnya karyawan diwajibkan melakukan sertifikasi ulang mengenai pemahaman Kode Etik Perseroan.
Pelaksanaan dalam mengelola dan menjalankan usaha Perseroan berkaitan erat dengan pihak ketiga baik perorangan, korporasi maupun badan dan lembaga serta instansi otoritas/pemerintah termasuk Badan usaha milik Negara baik pemerintah daerah maupun pemerintah pusat. Oleh karena itu, Perseroan berkomitmen untuk mengelola dan menjalankan setiap unit bisnis dalam grup usahanya dengan berpegang teguh pada prinsip-prinsip GCG yang tunduk terhadap serta menerapkan peraturan yang berlaku. Perseroan berupaya dengan optimal untuk mencegah segala bentuk pelanggaran dan/atau penyimpangan terhadap peraturan baik peraturan internal Perseroan maupun peraturan pemerintah yang berlaku, termasuk anti suap, anti fraud dan korupsi, anti gratifikasi, anti nepotisme, anti pencucian uang, anti teroris dan pencegahan pendanaan terhadap kegiatan yang terkait terorisme, anti hoaks, serta anti monopoli/oligopoli/trust/kartel.
Kebijakan Perseroan ini bertujuan untuk memberikan arahan dan panduan agar dalam menjalankan usahanya seluruh jajaran Perseroan tidak akan membiarkan serta senantiasa mengambil langkah-langkah mitigasi yang terukur guna mencegah terhadap segala tindakan, termasuk adanya potensi pelanggaran ketentuan. Dengan menerapkan kebijakan ini secara konsisten dan berkesinambungan, Perseroan semakin mampu meningkatkan kualitas penerapan praktik GCG secara menyeluruh guna mencapai kemajuan dan keberlanjutan Perseroan dalam jangka panjang.
Sanksi atas Pelanggaran Gratifikasi, Pencucian Uang, Suap, dan Korupsi
Gratifikasi, Pencucian Uang, Suap, dan Korupsi adalah tindak pidana berat yang tidak dapat ditoleransi.
Setiap Karyawan berkewajiban untuk mencegah dan tidak melakukan tindakan gratifikasi, pencucian uang, suap, maupun korupsi, dan wajib selalu mewaspadai setiap ndikasi maupun risiko tindak pidana tersebut dalam seluruh aspek kegiatan usaha dan operasional Perseroan.
Pembinaan atau sanksi diberikan kepada karyawan disesuaikan dengan tingkat pelanggarannya yang mencakup pembinaan, teguran, surat peringatan tertulis, ataupun pemutusan hubungan kerja. Pada 2018, Perseroan tidak menerima pengaduan terkait pelanggaran kasus gratifikasi.
HUBUNGAN DENGAN PEMASOK (SUPPLIERS), VENDOR (REKANAN TERMASUK OUTSOURCING) DAN KONSULTAN
HUBUNGAN DENGAN PEMASOK (SUPPLIERS), VENDOR (REKANAN TERMASUK OUTSOURCING) DAN KONSULTAN
PT Lippo Cikarang Tbk
Kebijakan Keterbukaan Informasi
Keterbukaan informasi adalah sebuah bagian penting dari Good Corporate Governance. Direksi PT Lippo Cikarang Tbk (“LPCK”) telah menyusun Kebijakan Keterbukaan Informasi kepada pemegang saham, investor, publik, dan pemangku kepentingan lainnya. Kebijakan ini ditujukan untuk memastikan bahwa informasi yang disampaikan kepada pemegang saham, investor, publik, dan pemangku kepentingan lainnya adalah sah, akurat, benar dan jelas.
Informasi mengenai LPCK seperti dalam tulisan, secara verbal, melalui telepon, internet, press release kepada jurnalis atau investor (konferensi pers), telekonferens, atau metode lainnya untuk memberikan informasi kepada masyarakat umum tercakup dalam Kebijakan Keterbukaan Informasi ini.
Standar Pengungkapan Informasi
Peraturan BAPEPAM No X.K.1 : Keterbukaan Informasi Yang Harus Segera Diumumkan Kepada Publik, Lampiran : Keputusan Ketua Bapepam Nomor : KEP-86/PM/1996 Tanggal : 24 Januari 1996 mengatur bahwa setiap Perseroan yang Pernyataan Pendaftarannya telah menjadi efektif, harus memberitahukan kepada Otoritas Jasa Keuangan (“OJK”) dan mengumumkan kepada masyarakat secepatnya, tidak lebih lama dari 2 (dua) hari setelah keputusan atau terdapatnya perubahan Informasi atau Fakta Material yang mungkin dapat mempengaruhi nilai Efek perusahaan atau keputusan investasi pemodal.
Informasi Material
Informasi atau Fakta Material yang diperkirakan dapat mempengaruhi harga Efek atau keputusan investasi pemodal, antara lain hal-hal sebagai berikut:
Orang yang Berwenang Untuk Mengungkapkan Informasi Material
LPCK telah membuat kebijaksanaan bahwa orang yang tertera di bawah berwenang untuk menjawab pertanyaan atau memberikan Informasi Material:
Pemilihan Waktu dari Pengungkapan Informasi Material
LPCK sangat ketat dan teliti dalam menjaga informasi material atau informasi yang bersangkutan agar informasi tersebut tidak diberitakan sebelum tanggal yang sudah ditentukan, terutama selama periode 2 minggu sebelum tanggal Pengungkapan.
Tidak ada karyawan yang diperbolehkan untuk mengungkapkan informasi apapun dan kapanpun kecuali telah ditunjuk oleh CEO, dan Presiden Direktur dari LPCK.
Detail | Download |
---|---|
Kode Etik Karyawan | Download |
Perseroan mendasarkan prosedur remunerasi Dewan Komisaris Perseroan pada Undang-Undang Perseroan Terbatas Pasal 11 ayat 13 Akta No. 28 Tahun 2015, yang menyatakan bahwa gaji, uang jasa dan tunjangan lainnya (jika ada) untuk para anggota Dewan Komisaris dari waktu ke waktu harus ditentukan oleh RUPS dan wewenang tersebut oleh RUPS dapat dilimpahkan kepada Dewan Komisaris, dalam menjalankan fungsinya di bawah oleh Komite Nominasi dan Remunerasi.
Penetapan remunerasi Dewan Komisaris ditentukan melalui RUPS, yang akan memberikan persetujuan dan selanjutnya memberikan kuasa kepada Dewan Komisaris Perseroan untuk menetapkan remunerasi bagi anggota Dewan Komisaris, dengan mempertimbangkan rekomendasi dari Komite Nominasi dan Remunerasi Perseroan
Perseroan berperan serta dalam upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat yang tinggal di sekitar kawasan Lippo Cikarang. Perseroan menyadari bahwa masyarakat sekitar juga merupakan pemangku kepentingan yang memiliki andil dalam keberlangsungan usaha Perseroan.
Tujuan umum dari kegiatan CSR Lippo Cikarang adalah memanfaatkan kompetensi yang dimiliki Perseroan dalam memberikan manfaat yang optimal kepada para pemangku kepentingan, sebagai salah satu perwujudan dari tanggung jawab sosialnya.
Perseroan memiliki misi untuk menerapkan konsep yang alami dan ramah lingkungan ke dalam setiap proyek pembangunan dan kegiatan pengelolaan kota. Penerapan konsep ini akan terlihat jelas bagi mereka yang melintas di Lippo Cikarang, terdapat batas antar kawasan industri, komersial, dan residensial yang tertata asri yang mencerminkan perencanaan yang matang.
Per 31 Desember 2018, Perseroan mengeluarkan Rp4,584,533,938 untuk seluruh program CSR yang diimplementasikan di bidang lingkungan, bidang ketenagakerjaan, kesehatan dan keselamatan kerja (K3), pengembangan sosial dan kemasyarakatan, dan tanggung jawab terhadap konsumen.
Pada Tahun 2018, Biaya yang dikeluarkan Perseroan untuk program CSR dibidang lingkungan adalah sebesar Rp15,000,000,-.
Dari program ini juga Perseroan memberikan bantuan berupa peralatan belajar. Lippo Cikarang pada tahun 2019 telah dilakukan di 5 (lima) sekolah berbeda, antara lain; SDN 03 Cibatu, SDN 02 Cicau, SDS Ekklesia, SDS Don Bosco III, dan SDN 01 Cicau dengan total peserta dari semua sekolah adalah 1.224 siswa/i.
Pada program ini Perseroan bekerjasama dengan tenaga ahli kesehatan dari Siloam Hospitals Lippo Cikarang dalam memberikan materi penyuluhan dan juga memberikan bibit tanaman sereh yang dapat ditanam untuk membantu mencegah perkembangan jentik nyamuk penyebab demam berdarah.
Pada tahun 2018, Biaya yang dikeluarkan Perseroan untuk program CSR dibidang Pengembangan Sosial dan Kemasyarakatan adalah sebesar Rp3,493,548,359,-.
Perseroan mempunyai komitmen yang tinggi terhadap konsumen diantaranya dapat dilihat dalam nilai-nilai Perusahaan yaitu fokus pada pelanggan. Tanggung jawab konsumen mencakup aspek seperti Pra-penjualan, kualitas produk, dan layanan purna jual. Dalam setiap aspek tersebut, Perseroan menyediakan sarana dukungan termasuk penyediaan saluran yang dapat digunakan oleh pelanggan untuk berkomunikasi dengan Perseroan dan memberikan saran dan masukan. Sarana tersebut untuk memberikan kenyamanan bagi konsumen, menjaga kualitas produk yang ditawarkan serta memfasilitasi hubungan yang baik dengan para pelanggan. Dalam hal ini Perseroan mengoptimalkan pemanfaatan teknologi informasi.
Secara berkala Perusahaan mengadakan beberapa kegiatan untuk menjaga dan memelihara komunikasi antar warga dan Lippo Cikarang agar tercipta komunikasi dan hubungan yang harmonis antar masyarakat di lingkungan Lippo Cikarang.
Sepanjang tahun 2019, Perusahaan telah melaksanakan 8 (delapan) kali kegiatan sosialiasi maupun komunikasi dengan para pelanggan, antara lain;
Terkait denganpenganggulangan atas pengaduan konsumen, Perseroan menyediakan beberapa pelayanan pengaduan yaitu sebagai berkut:
Pada tahun 2019, Perseroan menerima sebanyak 3.280 keluhan. Sebanyak 2.863 keluhan yang disampaikan kepada Perseroan telah ditanggulangi dengan baik melalui mekanisme pertemuan dengan warga dan tenant gathering, dan sebanyak 382 keluhan yang masih dalam proses penanggulangan.
Pada tahun 2018, Biaya yang dikeluarkan Perseroan untuk program CSR dibidang Tanggung Jawab Terhadap Konsumen adalah sebesar Rp126,500,000,-.